Selain memiliki julukan sebagai kota kopi, Banyuwangi juga memiliki seorang juri kopi dunia. Siapa lagi kalau bukan Bapak Setiawan Subiakto, atau yang sering dikenal dengan nama Pak Iwan. Beliau merupakan putra daerah dari kota Banyuwangi yang telah mengarungi dunia sebagai juri kopi dunia, sehingga beliau tau betul akan seluk-beluk kopi. Mana kopi yang memiliki kualitas bagus dan mana kopi yang kualitasnya jelek.
Hari Sabtu, 11 Januari 2014. Kami para dblogger diajak menuju ke Sanggar Genjah Arum oleh panitia rombongan setelah puas melihat proses pengolahan kopi yang baik dan benar, sesampainya di tempat parkir terdengar alunan musik tradisional yang sangat mendayu-dayu. Kami semua turun dari dalam bus dengan menaiki beberapa anak tanggal dan melewati sebuah pintu gerbang yang terbuat dari kayu. Ketika berada di dalam, subhanallah ternyata tempatnya asri banget dan rumah yang ada di sana sangat tradisional.
Sanggar Genjah Arum Kemiren
Sanggar Genjah Arum berlokasi di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah – Banyuwangi. Di Sanggar Genjah Arum ini, terdapat sembilan rumah adat Using yang letaknya terpisah-pisah dan tidak terlalu jauh. Untuk menuju rumah satu ke rumah lainnya, harus melewati jalanan setapak yang di sisi kiri dan kanan dipenuhi dengan rerumputan serta tanaman-tanaman hias yang membuat penglihatan menjadi segar.
Rumah yang ada di Sanggar Genjah Arum Kemiren ini merupakan rumah adat Using. Dan sangat tradisional, dengan kayu-kayu yang masih berdiri kokoh menyangga atap, genting, dan dinding bambu. Setelah melihat disekeliling rumah adat Using ternyata bentuk bangunannya hampir sama dengan rumah khas Madura, yang membedakan hanya bentuk kayu atap kuda-kuda. Serta jenis kayu yang digunakan, kalau di Madura biasanya menggunakan kayu jati. Sedangkan untuk Rumah Adat Using menggunakan kayu bendo dan kayu tanjang.
Rumah Adat Osing memiliki dua atap kuda-kuda, dimana atap kuda-kuda yang paling atas lebih panjang dibandingkan dengan atap kuda-kuda yang berada di bawahnya. Untuk yang atas disebut dengan lambang, sedangkan yang bawah disebut dengan jahit pendek. Selain itu sekat ruangan rumah adat Osing dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian depan adalah ruang tamu, bagian tengah adalah kamar tidur dan bagian belakang adalah dapur. Sangat mirip dengan rumah tradisional di Pulau Madura.
Ketika berkunjung ke Sanggar Genjah Arum, di sana juga terdapat gubuk-gubuk kecil yang menyediakan aneka jajanan, mulai dari serabi colek yang dibubuhi parutan kelapa dan gula merah cair, pisang goreng, dan juga tempe goreng. Semuanya disediakan oleh dua orang mbah putri yang sudah berumur lebih dari 60 tahun. Namun masih tetap semangat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para tamu yang datang ke Sanggar ini, jadi teringat almarhum mbah putriku yang sangat sayang kepadaku.
Musik Othek
Berbicara mengenai musik yang mendayu-dayu tadi, pada saat memasuki Sangger Genjah Arum ini kita akan mendengar hembusan musik tradisional. Dan musik tersebut berasal dari bunyi lesung (penumbuk padi) yang terbuat dari kayu, lesung tersebut dipukul-pukul secara berirama oleh empat orang mbah putri yang umurnya juga lebih dari 60 tahun. Namun tetap semangat dalam memainkan musik secara berirama, sungguh sangat luar biasa.
Menurut mas Ivan yang memandu kami selama berada di Banyuwangi, musik tersebut adalah musik Othek. Musik Othek ini merupakan pertunjukan seni musik yang dilakukan oleh para mbah putri desa Kemiren. Para pemainnya memukul-mukul lesung dengan tongkat (masing-masing terbuat dari kayu) yang biasanya digunakan sebagai penumbuk padi atau kopi. Dari lesung itulah muncul sebuah irama musik tradisional yang sangat indah, biasanya diiringi oleh pemain biola (tradisional) dan juga angklung paglak khas desa Kemiren.
Akupun suka dengan musik yang dibawakan oleh beberapa mbah putri tersebut, makanya aku bela-belain untuk mencari musik tersebut di dunia maya. Alhasil beruntung bisa menemukan dua video ini. Untuk video yang pertama, hanya menampilkan musik tradisional Using dengan menggunakan lesung saja.
[kml_flashembed movie="http://www.youtube.com/v/EYP4C4stMjI" width="425" height="350" wmode="transparent" /]
Sedangkan untuk video yang kedua, menampilkan musik hanya menggunakan angklung paglak dan biola saja.
[kml_flashembed movie="http://www.youtube.com/v/RSaLRXHYgc0" width="425" height="350" wmode="transparent" /]
Pada saat berada di sana, bukannya tidak mau mengabadikan musiknya menggunakan video. Dikarenakan kamera yang aku miliki, hasil pengambilan videonya tidak bagus. Makanya daripada menghabiskan baterai dan memory, mending dinikmati langsung melalui telinga. Tapi penyesalan itu sedikit terhapuskan dengan adanya kedua video diatas.
Atraksi Barong Tertua
Selain musik Othek, kami para dblogger juga disuguhi dengan pertunjukan Tari Barong Kemiren. Bagi masyarakat Kemiren, Barong adalah sebuah simbol kebersamaan seluruh warga desa. Tradisi Barongan ini merupakan tradisi yang wajib ada di setiap acara hajatan warga desa Adat Using, misalnya saja pernikahan, sunatan, dan lain sebagainya.
Barongan sudah berusia lebih dari 100 tahun dan kelompok ini merupakan kelompok Barong tertua di Banyuwangi. Jelas bapak Sucipto sebagai ketua kelompok tari Barong desa Kemiren. Kelompok ini bersifat turun temurun dan memiliki tiga tingkatan dalam perekrutan anggotanya. Sekilas Tari Barong kemiren ini terlihat mirip bahkan sama dengan Barongsai. Namun tari Barong bentuknya sedikit berbeda, dan setiap detail bagian-bagiannya memiliki makna filosofi yang dalam bagi warga desa setempat.
Bar Kopi
Selesai menyaksikan alunan musik Othek dan juga Tari Barong Kemiren, akupun menuju ke meja bar milik pak Iwan. Di sana sudah banyak teman dblogger yang berkumpul mengikuti obrolan ringan bersama Pak Iwan. Beliau membahas mengenai seluk-beluk dari kopi, karena beliau memang expert dalam bidang kopi. Selain paham betul dunia kopi beliau juga ahli dalam meracik kopi, sehingga dihasilkan kopi yang memiliki kualitas tinggi.
Malam itu benar-benar tidak percaya bahwa aku akan bertemu dengan master kopi yang berasa dari Indonesia. Aku kira master kopi hanya ada di luar negeri saja, eh ternyata Indonesia memiliki seorang Juri Kopi Dunia yang berasal dari kota Banyuwangi. Sungguh sangat spesial malam itu bisa bretemu dengan beliau.
Di balik bar yang berukuran tidak terlalu besar, pak Iwan dengan santainya ngobrol dan berbincang-bincang ringan dengan temans dblogger mengenai kopi. Alhasil kami semua jadi tau banyak mengenai berbagai jenis kopi dan bedanya, mulai dari kopi Robusta, Arabika, Kopi Luwak (liar maupun peliharaan), kandungan Acid, dan lain sebagainya. Selain itu kami juga mendapat ilmu bagaimana cara mengolah, menyimpan, dan menyeduhkan.
Beberapa saat kemudian, pak Iwan langsung mempersilahkan para temans dblogger untuk menikmati hidangan makan malam yang telah disediakan. Aku sendiri tidak ikut dalam acara makan malam, karena perut masih terasa kenyang akibat kebanyakan makan gorengan tadi dan juga kebanyakan minum. Jadi aku sendiri langsung menuju ke salah satu Teras Rumah adat Using yang cukup luas, dan di situ adalah tempat berkumpul untuk mengobrol lebih panjang dengan pak Iwan dan juga dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi yang juga hadir ke Sanggar Genjah Arum.
Diskusi Santai
Setelah yang lainnya selesai menikmati hidangan makan malam khas adat Using, kemudian seluruh peserta wisata berkumpul di tempatku berada tadi. Nah saatnya berdiskusi santai mengenai kota Banyuwangi ini sendiri, mulai dari wisata, budaya, rumah adat Using kemiren, kopi, dan langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan potensi yang ada di kota Banyuwangi.
Untuk pembicara yang pertama adalah Bapak M. Yanuarto Bramuda, lebih akrab dipanggil Pak Bram selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. Beliau menyampaikan beberapa hal terkait masalah pariwisata kota Banyuwangi, mulai hal-hal apa saja yang dilakukan pemerintah, dukungan apa saja dari pemerintah terhadap masyarakat, dan juga terkait permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan pariwisata serta mempertahankan kebudayaan lokal.
Pembicara selanjutnya atau yang kedua adalah Pak Iwan sendiri, beliau berbagi pengalaman seputar kompleks Rumah Adat Using koleksinya yang ada di Sanggar Genjah Arum Kemiren-Banyuwangi ini. Setiap sudut bangunan yang terdiri dari sembilan rumah asli Desa Adat Using tersebut memiliki makna filosofis masing-masing.
Semua rumah adat Using yang berada di Sanggar Genjah Arum Kemiren ini, pada teras bagian depan selalu terdapat lantai kaca yang isinya cangkir dan poci. Pada saat salah seorang teman dblogger bertanya langsung kepada Pak Iwan, beliaupun menjawab agar bila akan masuk rumah dia bisa berhenti sebentar untuk mengucap salam. Jadi tidak asal langsung masuk begitu saja ke rumah orang tanpa pamit terlebih dahulu, memang hal ini adalah sebuah pesan yang sarat akan makna.
Menurut Pak Iwan kopi adalah segalanya, karena beliau adalah pecinta kopi. “Saya akan marah jika melihat kopi diletakkan di sembarang tempat.” Kata Pak Iwan. Beliau juga sempat bercerita tentang kemarahannya saat melihat biji kopi dijadikan asbak rokok di salah satu hotel/restaurant ternama. Menurutnya itu suatu penghinaan terhadap kopi.
Di Banyuwangi juga pernah mencapai Rekor MURI di tahun 2011 untuk Sangrai Kopi Massal menggunakan 270 tungku, pada tahun 2012 kota Banyuwangi menjadi tempat ajang Kontes Miss Kopi Internasional yang diadakan di Sanggar Genjah Arum Kemiren, dan di tahun 2013 juga diadakan festival meminum 10.000 kopi di salah satu ruas jalan di Kota Banyuwangi. Pokoknya all about coffee.
Pembicaraan dilanjutkan mengenai kopi, bahwa hal yang paling utama dari pengolahan biji kopi adalah saat menyangrai. Jika cara menyangrai salah, maka dijamin cita rasa kopinya pasti akan hilang. Mitos yang beredar bahwa kopi selalu berwarna hitam pekat itu sebenarnya mitos yang tidak benar. Kopi berwarna hitam pekat itu karena sangrainya yang salah sehingga kopinya menjadi gosong. Apapun yang gosong, pastilah rasanya pahit. Oleh sebab itu kopi identik dengan pahit, ya hal ini lagi-lagi karena salah dalam pengolahannya.
“Semua kopi enak, kecuali kopi sachetan” Kata Pak Iwan.
Sumber foto dari mbak Yuni
Di akhir sesi diskusi santai, pak Iwan memberikan “KOPAI OSING” Untuk semua blogger memperoleh kaos “I LOVE BANYUWANGI” atau disingkat dengan BWI. Diserahkan langsung secara simbolis oleh Pak Bram kepada perwakilan dari dblogger, yakni aku sendiri.
Gedung Pamer
Setelah selesai acara di Sanggar Genjah Arum, kemudian kami di bawa menuju Banyuwangi Kota dengan menggunakan Bus bandara yang sama. Sesampainya di kota, kami mampir sejenak di Gedung Pamer dan Penjualan produk-produk unggulan Banyuwangi. Sekitar 30 sampai 1 jam berada di Gedung Pamer dan Penjualan ini. “Gedung ini baru dibuka sekitar 2 minggu,” Kata Pak Hary selaku Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Kabupaten Banyuwangi.
Gedung pamer ini memang relatif baru dan belum pra launching, namun sudah cukup mendatangkan banyak tamu. Disebelahnya sudah disediakan rumah kopi dengan hiburan yang sudah disiapkan di dalamnya. Semua dblogger langsung diajak untuk ke ruang belakang yang bentuknya adalah rumah joglo khas rumah adat Using. Pak Hary mengucapkan terima kasih atas kedatangan kami, dan sebagai bentuk ucapa terima kasih serta kenang-kenangan dari beliau. Kami semua mendapatkan mendapat souvenir khas Kota Banyuwangi, untuk yang laki-laki mendapatkan penutup kepala atau udeng khas Using, sedangkan untuk yang perempuan mendapatkan slayer khas Using dan pin satu-persatu.